Kamis, 15 Maret 2012

Celita Pendek yang ZO ME THING


RATAPAN SEORANG ANAK JALANAN

Tiada hari tanpa kerja keras, mungkin itu sebagian semboyan yang selalu ia kumandangkan.Meskipun panas menyengat dan hujan badaipun, ia tak pernah hiraukan semua itu. Ya, inilah secuil cerita tentang Laras yang sisa hidupnya dihabiskan di jalanan.
          Laras adalah anak perempuan yang tinggal di sebuah desa terpencil. Dia tidak pernah merasakan kasih saying seorang ayah dan seorang ibu. Laras bahkan tidak pernah tahu siapa ayah dan ibunya. Sekarangpun Laras tinggal di rumah kontrakan bersama neneknya.
          Nenek Mira, biasa Laras memanggilnya. Ia seorang nenek yang baik hati dan selalu menyayangi Laras selama ini. Meskipun kakek Laras sudah meninggal, tetapi nenek Mira yang mencari nafkah untuk Laras. Nenek Mira selalu rajin menanam sayur-sayuran, yang hasilnya nenek jual ke pasar untuk diganti dengan lauk pauk tahu, tempe , ikan asin itu yang sering dibeli nenek. Karena Laras tau uang nenek tidak akan pernah cukup untuk membeli ikan ayam bahkan daging.
           Suatu hari, ketika Laras sedang bermain dengan teman-temannya di halaman, Laras mendengar namanya dipanggil. Laras……Laras…… sini nduk ,  nenek mau berbicara. Iya, nek Laras datang. Sambil berlari Laras menghampiri neneknya yang sedang duduk di serambi depan.
         Sini nduk, duduk dekat nenek dan Laras sambil bertanya-tanya apa gerangan yang akan dibica rakan nenek.
           Tak lama kemudian, nenek mulai membuka ceritanya. Laras, sudah 9 tahun usiamu, dan sepantasnya kamu harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ayahmu bernama Arman, ia seorang sopir bus. Ayahmu adalah laki-laki yang pekerja keras . Suatu ketika ayahmu mengalami kecelakaan yang membuat nyawanya terenggut. Padahal sewaktu ayahmu tiada, ibumu sedang mengandung 8 bulan, bayi yang dikandung ibumu itu adalah kamu, Laras. Ibumu bernama Reni. Ibumu adalah anak nenek satu-satunya. Menginjak usia kandungan ibumu 9 bulan lebih, ia melahirkan anak perempuan yang cantik. Ternyata kebahagiaan itu tak berlangsung lama, ibumu meninggal selang beberapa saat setelah melahirkan.
           Laras seakan tak percaya, apa yang ia dengar dari neneknya. Dengan berlinang air mata Laras berkata, “berarti Laras yatim piatu, nek’’, “ya nduk. Neneknya menjawab. Akhirnya nenek Mira dan Laras menangis sambil berpelukan.

            Hari demi hari, bulan demi bulan , tahun demi tahun dilalui Laras dengan suka cita. Tak terasa usia Laras sekarangpun sudah menginjak 12 tahun. Meskipun Laras tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah, ya Laras tidak pernah sekolah, karena dapat darimana uang untuk bersekolah, sedangkan untuk biaya hidup dan kontrakan rumah saja tidak cukup. Tetapi Laras memang anak yang cerdas, tiap hari nenek Mira tak pernah lelah mengajari Laras membaca, berhitung bahkan mengaji.
          Suatu saat, malapetaka itu datang. Nenek Mira sakit, ia tidak dapat kepasar lagi untuk menjual sayur-sayurannya. Dan sementara pekerjaan nenek Mira digantikan oleh Laras
             Sudah seminggu nenek Mira tak kunjung sembuh, Laras menangis terus menerus. Dia bingung apa yang harus dilakukannya sebab, ia tak punya uang lagi untuk membeli obat. Suatu pagi ketika Laras mau pergi ke pasar menjual sayur-sayuran, Laras mendapati nenek sudah dapat duduk di atas ranjangnya.
             “Alhamdulillah, nenek sudah sembuh”!, jerit Laras “iya ras, nenek agak mendingan,  kata nenek”. Kalau begitu Laras berangkat ke pasar dulu, ya nek. “Ya , hati-hati jaga dirimu baik-baik”, kata nenek .
              Di pasar Laras        sedikit gembira, karena di samping sayurannya cepat terjual, nenek juga sudah mulai, membaik. Dan akhirnya Laraspun cepat-cepat pulang ke rumah.
              Tetapi, sesampai di rumah, apa yang didapati Laras, banyak tetangga berkumpul di rumahnya. Hati Laras menjadi gundah. Laras bingung sebenarnya apa yang telah terjadi. Laras menjerit, menangis tersedu-sedu  sambil melihat neneknya yang sudah ditutup kain kafan.

              Setelah tetangganya menenangkannya, Laras sadar, bahwa semua ini tidak ada yang kekal, semua pasti akan kembali kepadaNYA. Ya, ini sudah takdir illahi. Dan Laras pun akhirnya mengikuti proses pemakaman nenek sampai selesai.
              Sudah seminggu Laras ditinggal nenek Mira. Dan Laras hidup sebatang kara. Lengkap sudah penderitaan Laras kali ini. Semua orang-orang yang ia sayangi, satu persatu pergi meninggalkannya. Dan tanpa terasa air matanya mulai berlinangan lagi.
              Laras takkan dapat melupakan semua itu, akhirnya Laras berencana untuk meninggalkan desanya penuh dengan kenangan bersama neneknya. Ia berangkat ke kota, dengan berbekal uang seadanya dan beberapa lembar pakaian.
              Sesampai di kota, Laras bingung dimana Laras akan tinggal. Mungkin untuk mengontrak rumah uangnya tidak akan cukup, akhirnya ia memutuskan tidur di emperan toko.
                 Pagi datang, ini hari baru bagi Laras. “Laras harus mempunyai semangat hidup, dan bangkit lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri”. Tekad Laras.
                Ia mencoba untuk mengamen, mengemis dan segala pekerjaan yang menghasilkan uang ia lakukan untuk mencari sesuap nasi Laras tahu hidup sebatang kara tidak akan mudah, apalagi hidup sebagai anak jalanan, yang setiap saat harus berkejar-kejaran dengan kamtib. Dan setiap harus kepanasan dan kedinginan . Beralas tikar dan beratap langit, ya, ini mungkin sudah menjadi takdir seorang Laras, yang hidupnya dihabiskan di jalanan.

              Kadangkala, ia berteriak dan menangis sendiri, seakan hidup ini tidak adil. Mengapa ia tidak pernah merasakan kebahagiaan dan kasih sayang orang tua. Selembar puisi ia buat untuk mengenang kisah hidupnya yang terombang-ambing di jalanan, yang ia beri judul :

 RATAPAN ANAK JALANAN
        
 Lihatlah aku …..
 Beralas tikar beratap langit
   Mengharap belas kasih orang
    Tak bisa senang seperti kalian
      Wujudkan semua citaku
       Sedikit uluran tanganmu
        Tenangkan diri dan jiwaku
         Oh Tuhan …..
        Bantulah aku
      Lepaskan aku dari penderitaan ini
         Izinkan aku untuk meraih kebahagiaan.

    Tak lama kemudian tiba seorang lelaki yang tidak dikenal. Dia bernama Pak Mardianto, yang bekerja sebagai pengusaha. Setelah mendengar puisi Laras, ia merasa iba dan akhirnya Laras diangkat menjadi anak, karena dia tidak mempunyai anak selama 3 tahun. Laraspun hidup bahagia.
  By Yolanda Icha 
       SEKIAN    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar